Sharing is Caring | Simple Share™ Berbagi Informasi yang Positif | SEO, Tips, Tutorial, Resensi, Review, Cerita Kehidupan Simple Share™

Senin, 07 November 2011

Seberkas Cahaya di Palestina (14/14)

Tak terasa 4 tahun telah berlalu. Berkat usahaku yang gigih selama ini serta doa ibu dan tante Rani maka ridho Allahpun datang. Lima  hari lagi aku akan diwisuda. Kegembiraanku bukan cuma berhenti disitu. Selain ibu dan tante Rani, Nisa, mahasiswi fakultas kedokteran teman Lukman, gadis impianku  yang kupendam selama ini dan telah  kunikahi beberapa hari begitu aku dinyatakan lulus, akan datang menghadiri acara wisudaku bersama kedua orang-tuanya. Terakhir aku bertemu dengannya ketika ia bersama teman-temannya hadir dalam upacara pemakaman ayah.

Lama tak berjumpa, membuatnya semakin cantik dan membuatku makin jatuh hati. Aku rasa aku telah jatuh cinta padanya pada pandangan pertama ketika aku bertemu dengannya beberapa tahun yamg  lalu. Sejak itu aku tak pernah berhenti berdoa semoga Allah memberikan gadis itu sebagai jodohku yang terbaik. Pernikahan Rasulullah dengan Ummu Habibah yang ketika itu sedang hijrah ke Habasyahlah yang memberiku inspirasi untuk melamar dan menikahinya dari jarak jauh.
Walaupun kami tidak pernah berpacaran sebagaimana kebanyakan remaja saat ini namun aku memiliki keyakinan bahwa ialah jodohku. Karena dari Lukman aku tahu bahwa gadis manis tersebut berasal dari keluarga yang memegang teguh ajaran Islam. Kasih sayang dan cinta sejati akan dilimpahkan Allah swt sebagai pemilik  hati manusia kepada mereka yang mengikatkan hati dan dirinya dalam sebuah perkawinan syah yang dilaksanakan dalam rangka memohon ridho-Nya.
Nisa yang juga telah menyelesaikan kuliahnya itu rencananya akan  mengambil spesialisasi jantung  ke universitas Taibah. Universitas yang terletak di kota Madinah ini dikabarkan mempunyai berbagai fakultas, diantaranya Sains, Kedokteran dan Ilmu Sosial. Sementara aku sendiri juga masih ingin melanjutkan  kuliah hingga ke program doktoral.
……Maka jika kamu melihatnya berbaiatlah walaupun dengan merangkak di atas salju karena dia adalah khalifah Allah, Al-Mahdi”
Hadis diatas terasa mengiang-ngiang dalam telingaku. Aku dan Nisa sepakat dan berketetapan ingin menjadi bagian dari orang-orang terbaik Madinah yang siap melaksanakan jihad dalam rangka menegakkan kalimat Allah melawan pasukan kafir pimpinan manusia iblis Ad-Dajjal di pertempuran akhir zaman di bukit Zaitun, Palestina nanti. Aku berperang dengan pedang dan Nisa, belahan jiwaku, dengan keahliannya merawat dan membantu korban perang sebagaimana.yang pernah dilakukan para sahabat lelaki dan perempuan di zaman Rasulullah 15 abad yang silam.  “ Ya Allah saksikanlah……   Masukanlah dan pertemukanlah  kami kembali kelak di surgaMu….Amin Ya Robbal ‘Alamin “. Akupun kemudian bangun dari sujudku untuk segera berkemas ke bandara.  Pesawat yang ditumpangi orang-orang yang paling kucinta akan mendarat sore nanti.
***
Aku duduk tertegun di atas salah satu bangku bandara Jeddah sambil memegang erat surat kabar berbahasa Arab itu. “ Pasukan Israel telah menjatuhkan bom-bomnya ke Gaza dan sekitarnya. Korban mencapai lebih dari 300 orang meninggal, 1200an luka, hampir 100 diantaranya penduduk sipil, perempuan dan anak-anak ”. Tanpa sadar aku melirik jam tanganku, Minggu, 30 Zulhijjah 1429 H. Ini adalah hari terakhir tahun 1429. Dalam hitungan beberapa jam, tahun ini akan berubah menjadi tahun 1430 H. Tahun baru Islam yang melambangkan kemenangan dan akhir zaman kejahiliyahan. Tahun ini dihitung sejak hijrahnya Rasulullah dari Mekah ke Madinah pada tahun 1622 M.
Aku kembali memandang tak percaya pada surat kabar yang sekarang tanpa kusadari telah kucengkeram erat. Jantungku berdegup kencang. Kepalaku tiba-tiba terasa berat. “ Ya, Allah, mengapa  harus hari ini?” bisikku pilu.  Aku sadar  suatu saat hal ini pasti akan tiba. Akan tetapi aku sama sekali tidak pernah mengira kalau Israel bakal begitu kasar memilih hari kemenangan umat Islam untuk memukul telak bangsa Palestina  yang sudah nyaris jatuh tersungkur. Pikirankupun segera terbang melayang menuju jalan-jalan di Palestina menghapus bayangan ibu, tante Rani, Nisa….
Ini adalah takdirku, aku tidak boleh menghindar….. Aku penuhi panggilanmu Ya Allah Ya Robbi “, bisikku mantap.
Jakarta, Januari 2009 / Muharram  1430 H.
Sylvia Nurhadi

Seberkas Cahaya di Palestina (14/14) Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Pengagum Wanita

0 komentar:

Posting Komentar