Sharing is Caring | Simple Share™ Berbagi Informasi yang Positif | SEO, Tips, Tutorial, Resensi, Review, Cerita Kehidupan Simple Share™

Rabu, 26 Oktober 2011

Seberkas Cahaya di Palestina (2/14)

Suatu pagi hari di bulan September tahun berikutnya, yaitu pada tahun 2001, tiba-tiba kami dikejutkan berita heboh tentang ditabraknya menara kembar WTC di New York. Berita ini sontak selama beberapa hari menjadi berita utama bahkan hingga beberapa minggu ke depan. Hampir setiap hari semua kantor berita dan surat kabar di kota ini secara berulang-ulang menyiarkan berita nahas tersebut. Rata-rata mereka  memberitakan bahwa hal tersebut adalah peristiwa pembajakan yang dilakukan orang-orang Islam radikal. Dalam hati aku bertanya-tanya alangkah cepatnya  mereka menemukan biang kerok peristiwa biadab tersebut. Bayangkan tak sampai  24 jam bahkan mungkin hanya dalam waktu 18 jam setelah kejadian menggegerkan tersebut, dengan sangat mudah pelakunya telah dapat  teridentifikasi dan langsung tersebar ke seluruh penjuru dunia.

Celakanya, kami sebagai warga negara Indonesia yang dikenal sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia terpaksa kena getah pahit peritiwa biadab tersebut. Untuk pertama kalinya aku menyesal mengapa tipe wajah dan kulitku yang sawo matang dan khas Indonesia ini tidak mampu menyembunyikan identitasku. Dimanapun  ada kesempatan, hampir setiap orang yang kujumpai selalu  menanyakan hal yang sama.
Terpaksa berkali-kali aku terangkan bahwa meskipun aku orang Indonesia aku bukan pemeluk agama Islam, jadi aku tidak tahu menahu soal itu. Orang-orang itu mengajukan berbagai pertanyaan, ya jihadlah, ya jilbablah, ya kebebasanlah…pokoknya segala macam yang berhubungan dengan Islam. Jengkel dan kesal aku dibuatnya. Namun di balik itu semua, terus terang rasanya aku tak  percaya ada agama di dunia ini yang mengajarkan kekerasan apalagi pembunuhan masal seperti itu.
Aku yakin ini pasti fitnah atau paling tidak ini perbuatan sekelompok orang yang tidak mewakili agamanya. Walau bagaimanapun sebagai orang yang tinggal di negri yang mayoritas Islam, aku punya banyak kenalan muslim, sebutan pemeluk agama Islam. Bahkan sepupuku yang tinggal di Balipun ada beberapa yang beragama Islam. Aku pikir di setiap agama pasti ada saja orang-orang atau oknum yang sesat. Sebut saja Klux Klux Clan yang sering dijadkan latar belakang film-film Holywood. Mustinya memang harus dipisahkan antara ajaran murni sebuah agama dengan orang yang memeluknya. Maka tanpa kusadari akupun mulai simpatik dan jatuh kasihan pada agama ini.
***
Dua tahun aku bersekolah di Perancis. Tak terasa ibu telah menyelesaikan program S2 nya. Bahkan ia berhasil menyandang predikat ‘Cum Laude’. “ Felicitation maman, ibu memang hebat! ”,  pujiku sambil memberinya ciuman selamat.
Sekembali dari Paris, ibu menyekolahkanku ke sebuah sekolah swasta Nasrani bergengsi di selatan Jakarta. Sementara itu aku mendapat laporan dari tante Rani bahwa sejak aku dan ibu menetap di Paris, kebiasaan minum dan bermabuk-mabukan ayah makin parah. Lebih dari itu menurut tante Rani ayah bahkan berani membawa perempuan nakal ke rumah dan tidur di kamar ayah ibu!  Aku kasihan pada ibu namun mungkin karena ketidak eratan hubunganku dengannya disamping tentu saja karena aku tidak tega, aku tidak berani mengatakan hal tersebut padanya. Jadi aku putuskan untuk menutup rapat-rapat rahasia tersebut  begitu pula tante Rani. Ada sedikit penyesalan di dalam hati mengapa 2 tahun hidup hanya berdua di negri orang tidak mampu membangun kedekatan hubungan antara aku dan ibu. Aku rasa penyebabnya adalah karena waktu itu ibu terlalu sibuk belajar.
***
Di sekolah baruku aku masuk di kelas II IPS 1. Ini sesuai dengan pilihanku. Aku memang menyenangi  masalah–masalah sosial. Di kelas inilah aku mengenal Kira, seorang gadis cantik yang menjadi rebutan cowok-cowok.
Biiip … Biiip …. Biiip…..”. Begitu suara yang keluar dari Hpku. Ada SMS masuk. Aku menggeliat dan melirik Hpku namun mataku kembali tertutup  rapat. Tak lama kemudian ” Kriiing ….. Kriiiing …” kali ini bel Hpku yang berbunyi kencang. ”Aduuh… jam berapa sih ini?” keluhku. Jam setengah 11 siang !! ”Waah kacau, tadi pasti sms dari Kira..”.  ” Mad, jangan lupa  jam  11 lho, aku tunggu di depan halte Indomaret ..” , begitu bunyi sms Kira.
Aku segera masuk kamar mandi. Dan 20 menit kemudian aku sudah berada di Honda Jazz biru kesayanganku. Tanpa sarapan aku langsung menuju tempat yang dijanjikan, yaitu halte dimana Kira katanya menunggu. Aku tak tahu mengapa Kira tak mau dijemput di rumahnya. Namun aku tak begitu peduli, biarlah ia menyimpan alasannya sendiri. Setelah celingak-celinguk ke kanan-kiri tidak melihatnya, akupun  keluar dari mobil untuk  membeli tahu sumedang di depan tempat itu. Sambil melahap sarapanku, ingatanku kembali ke hari-hari pertama aku mengenal Kira, cewek yang sekarang berstatus pacarku itu.
” Hei anak baru, kenalin gue, nama gue Kira.”, serunya lantang. Kaget juga aku melihat serombongan cewek mendekatiku. Ketika itu aku baru saja keluar dari toilet dan akan menuju kantin sekolah. ” Gue  Lani”, ” Gue Thea”, ” Mira”. Begitu berondong ke  4 cewek yang aku dengar katanya cewek –cewek top sekolah ini.
” Katanya elo pindahan dari Perancus  ya, ajarin kita bahasa Perancis dong …” seru mereka. Oh..itu, aku tersenyum. Pantas koq ujug-ujug cewek-cewek ini pada datang mengeroyokku. Udah GR aja, kataku dalam hati kecut.
Sejak itu akupun akrab dengan Kira. Ia bercerita bahwa ia bercita-cita ingin jadi super model dan berangan-angan suatu hari nanti bisa melihat Paris dengan mata kepalanya sendiri. Itu sebabnya ia sering minta diceritakan dan diajari bahasa negri itu. Ia memang gadis yang agak agresif kalau tidak mau dibilang  kelewat agresif. Ia yang ’menembak’ ku. Kami baru jadian  beberapa hari yang  lalu. Ini adalah hari pertama kencanku.
Hoy…ngelamun ya…”, seru suara seseorang sambil menggedor pintu mobilku.  Kaget aku dibuatnya, tiba-tiba gadis itu muncul di samping mobilku. Mataku agak melotot ketika memandangnya. Kira tampil mengenakan celana  jeans super pendek dipadu T-Shirt ketat buntung alias tanpa lengan berwarna kuning menyala. Wajah cantiknya tertutup polesan tebal kosmetik hingga terlihat tidak alami. Ini adalah kali pertama aku melihatnya berpenampilan  bebas tanpa seragam sekolah. Nyaris aku tidak mengenalinya.
” Koq  bengong sih, ouvre la porte, s’il te plait…!, serunya.  ” oh iya, iya…”, jawabku tergagap ” Sori..”. Tanpa mengucap kata maaf sedikitpun Kira langsung duduk dan terus nyerocos dalam bahasa gado-gado Perancis-Indonesia yang lumayan kacau. Mungkin saking menggebunya ingin mempraktekkan bahasa asing yang baru dikuasainya ia sampai lupa bahwa ia telah membuatku lama menunggu, begitu pikirku menghibur.
” Kemana kita nih, Kir?” tanyaku begitu mendapat kesempatan berbicara.  ” Oh iya,  ke studio foto di Arteri Pondok Indah. Kemarin gue ditelpon katanya gue terpilih untuk cover sebuah majalah. Katanya gue ngalahin 500 gadis yang ngelamar jadi foto model… wuuh asyik, akhirnya kesampaian juga nih… kayaknya mimpi gue bisa jalan-jalan ke Paris udah di depan mata nih…asyik, keren kan?”. Aku hanya manggut-manggut saja.
***
Hari ini adalah hari Senin. Pada upacara  sekolah yang diadakan 2 minggu sekali ini kepala sekolah mengumumkan bahwa mulai tahun ini ada tambahan mata pelajaran baru. Namanya pelajaran Kebersamaan. Ini sebuah proyek uji coba yang diterapkan di beberapa sekolah swasta pilihan. Pelajaran ini menggantikan pelajaran agama Nasrani yang telah bertahun-tahun menjadi pelajaran tetap di hampir semua sekolah Nasrani.
Tujuan pelajaran ini katanya untuk menyamakan visi keberagamaan di Indonesia agar dikemudian hari tidak ada lagi perbedaan-perbedaan yang berpotensi menimbulkan kekacauan, perpecahan dan keributan. Aku tiba-tiba teringat kejadian September 2001 ketika aku masih berada di Paris. Aku pikir ini sebuah terobosan yang sangat bagus dan masuk di akal. Mengapa orang harus ribut hanya gara-gara membela sebuah agama dan kepercayaan.  Aku sangat menyukai pelajaran baru ini. Paling tidak aku jadi tahu apa itu Nasrani, Islam, Yahudi, Hindu, Budha dan lain-lain walau hanya sedikit-sedikit, tidak detail.
Sebaliknya, diluar perkiraanku, aku malah mulai tidak pede pada keyakinanku sendiri. Aku merasa agamaku sama sekali tidak memilki keterikatan dengan agama lain. Agama-agama besar seperti Islam, Nasrani dan Yahudi yang menurut guruku disebut agama Samawi  ternyata mempunyai banyak sekali persamaan.  Pada dasarnya mereka mempunyai nabi-nabi dan rasul-rasul, yaitu utusan Tuhan, yang sama dan saling mengakuinya. Bahkan sebagian besar riwayat para nabi dan rasul merekapun hampir sama dan itu semua tertulis di dalam kitab suci masing-masing. Uniknya lagi, ketiganya mengakui bahwa malaikat Jibril sebagai malaikat yang menyampaikan wahyu, yaitu perintah Tuhan, adalah malaikat yang sama !
Namun ketika suatu hari  aku ingin mendiskusikan hal ini dengan tanteku, ia tampak marah dan kecewa. Dia bilang ia tidak ingin dan tidak akan bersedia membicarakan ajaran agama diluar ajaran yang diketahuinya. ” Agama untuk dipraktekkan bukan untuk didiskusikan apalagi hanya dijadikan wacana dan perdebatan ”, begitu katanya. Menurutnya agama adalah akhlak, budi pekerti serta  kebaikan. Tanpa itu semua, agama adalah percuma dan sia-sia belaka. Dalam hati aku setuju padanya. Akan tetapi sejak itu tante Ranipun mulai menjaga jarak dan menjauh dariku. Aku sungguh merasa kehilangan orang sekaligus teman tempat aku bisa mengadu dan curhat.
***
” Mad, besok anter gue ke tempat pemotretan kayak waktu itu dong …” terdengar suara manja Kira. Ketika itu aku sedang menyelesaikan catatan Ekonomiku yang berantakan. Heran, aku tidak pernah bisa menyukai pelajaran yang satu ini. Aku segera meletakkan bolpen dan memandangnya tajam. Kirapun cepat menyadari kesalahannya. ” Sori Mad, sori ..”, katanya sambil mengangkat jari tengah dan telunjuknya. ” Promi…. g lama deh. Atau gue di drop aja gimana…tapi jemput gue lagi dong.”, rengeknya. Aku diam saja dan tidak menjawabnya.
Aku teringat waktu itu, aku harus menunggu berjam-jam lamanya selama Kira menjalani pemotretan. Dengan berbagai pose yang menurutku tak pantas, dengan senang hati Kira menuruti saja  apa yang diinginkan sang pemotret. Bahkan orang itu dengan santai enak saja menyentuh dan memegang tubuh Kira.  Risih aku melihatnya. Aku merasa bahwa tak pantas seorang perempuan diperlakukan seperti itu. Bahkan seandainya perempuan itu bukan pacarku sekalipun, aku tak suka melihatnya. Namun Kira menganggap aku  cemburu. Ia marah dan merasa aku tak berhak mengaturnya.
Beruntung tak lama kemudian terdengar bel berbunyi.  Pak Tigor masuk. Ia guru pelajaran Kebersamaan. Kira segera kembali ke tempat duduknya semula. Untuk sementara aku merasa  lega.
” Siapa yang hari ini mendapat giliran presentasi ?” tanyanya. Rino, Tika dan Thea segera maju ke depan dan membagi-bagikan makalah. Hari ini kelompoknya kebagian tugas menerangkan bab  tentang kedudukan rukun Islam dalam Islam. Pak Tigor sekali-sekali menyela dan menerangkan bagian-bagian yang dianggap kurang jelas dan kurang tepat. Dengan serius aku mendengarkan dan mencatatnya baik-baik.
Diam-diam aku kagum pada disiplin ajaran ini. Jadi orang Islam harus melaksanakan shalat 5 kali dalam sehari. Itupun pada waktu-waktu yang ditentukan dan dengan cara yang khusus pula. Namun sebaliknya aku heran. Teman-temanku sebagian besar katanya adalah pemeluk Islam. Tetapi rasanya aku tidak pernah sekalipun melihat ada temanku yang mengerjakan shalat. Sekali lagi aku melihat sebagus apapun  teori bila tidak dikerjakan percuma saja. Aku juga mendengar bahwa orang Islam dilarang minum minuman beralkohol dan mabuk-mabukan. Nyatanya aku mempunyai beberapa teman yang setiap malam minggu doyan mabuk-mabukan dan berdugem ria. Malah ada yang bercerita bahwa perempuan Islam wajib menutup seluruh tubuh dan  lekuk-lekuknya kecuali wajah.  Lalu bagaimana dengan Kira dan banyak temanku yang lain? Kalau begitu memang benar sekali apa yang dikatakan tante Rani tempo hari.
***
Sebulan kemudian aku dan kelompokku mendapat giliran presentasi. Kami mendapat tugas menerangkan persamaan antara ajaran Nasrani dan Islam. Kami sepakat untuk mengangkat  masalah tentang seorang perempuan yang dikabarkan hamil tanpa sedikitpun sentuhan laki-laki. Perempuan ini adalah Bunda Maria yang kelak melahirkan Yesus Kristus, Tuhannya orang Nasrani. Sebelumnya Maria dikenal sebagai perempuan suci. Maka begitu tersebar berita bahwa gadis ini hamil padahal ia belum menikah, maka ia segera dikucilkan. Ia dibuang dan dicap sebagai seorang pezinah yang hina.
Namun ternyata bayi yanng dilahirkan gadis ini dikemudian hari terbukti mempunyai banyak mukjizat. Bahkan sejak di buaian bayi ini telah dapat berbicara! Menurut kepercayaan umat Nasrani, bayi ini adalah Tuhan Yesus. Selama di dunia Yesus berwujud manusia. Ia digambarkan sebagai manusia yang penuh kewibawaan. Sayangnya, Yesus yang datang diantara umat Yahudi ini tidak diakui. Ia bahkan secara kejam disalib oleh pemuka Rumawi akibat fitnah yang dsebarkan umat Yahudi.
Sedang menurut versi Islam, Al- Quran menuturkan bahwa perempuan tersebut adalah Mariam anak Imran, seorang shalih yang lama menantikan kehadiran anak. Ketika istri Imran yang sudah tua itu akhirnya hamil, saking gembiranya ia bernazar akan menyerahkan  anak yang bakal dilahirkannya kepada gereja. Dibawah  asuhan pamannya, seorang utusan Allah yang bernama Zakaria, Maria tumbuh menjadi gadis yang shalih.
Allahlah yang meniupkan ruh langsung ke rahim Mariam hingga walaupun tanpa sedikitpun sentuhan lelaki ia dapat menjadi hamil. Sampai disini kepercayaan kedua agama besar ini masih bisa disamakan. Namun selanjutnya orang Islam berkeyakinan bahwa anak yang dilahirkan Mariam tersebut, yang kelak disebut Isa Al-Masih,  bukanlah Tuhan. Ia adalah manusia biasa yang kemudian terpilih  menjadi utusan Tuhan. Ini bukan hal istimewa karena sebelum Isa, Tuhan telah mengirim sejumlah utusan yang mereka sebut Rasul atau Nabi. Dan sebagaimana rasul-rasul lain, Allah membekalinya dengan sejumlah mukjizat.
Bila pemeluk Nasrani berkeyakinan bahwa Yesus telah disalib maka pemeluk  Islam berkeyakinan bahwa Isa baru akan disalib. Namun beberapa saat sebelum penyaliban terlaksana, Tuhan menyerupakan Yudas, salah satu murid Isa yang membelot, dengan rupa Isa hingga Isapun terselamatkan dari penyaliban. Jadi orang yang disalib di tiang gantungan sebenarnya bukan Isa, sang Rasul namun orang lain yaitu muridnya sendiri. Isa sendiri kemudian diselamatkan dan diangkat oleh-Nya ke langit.
***

Seberkas Cahaya di Palestina (2/14) Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Pengagum Wanita

1 komentar: